Mengenal
dan memahami anak tunalaras
Tunalaras
Tunalaras
adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped atau behavioral
disorder lebih terarah berdasarkan definisi dari Eli M Bower (1981) yang
menyatakan bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila
menujukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak mampu
belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan;
tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru;
bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya; secara umum mereka
selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi; dan bertendensi ke arah
simptom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang
atau permasalahan di sekolah (Delphie, 2006).
Individu
tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena
faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Anak berkebutuhan
khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasaanak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang
dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan
modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian
A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk
tunagrahita, SLB bagian D untu dan k tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras
dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
menyerupai seperti anak biasa pada umumnya mereka bisa tertawa,bermain,bersendau gurau.sebelumnya anak tuna laras sedikit sekali di ekspos media maka dari itu sangat sedikit sekali orang mengetahui tentang anak-anak tersebut.Anak-anak tersebut jika kita melihat tentunya sama dengan anak-anak yang biasa tetapi yang membedakannya hanya tingkah lakunya yang luar biasa nakal.tiada ciri fisik khusus yang membedakannya. Tuna laras merupakan gangguan, hambatan, atau kelainan tingkah laku sehingga pelaku kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Mangunsong, 1998). Berdasarkan jenisnya, ada dua golongan anak tuna laras, yaitu: (a) Dilihat dari aspek kepribadiannya, ada anak tuna laras emosi dan anak tuna laras sosial. Anak tuna laras emosi mengalami kelainan perkembangan emosi dan anak tuna laras sosial mengalami kelainan penyesuaian diri dalam pergaulannya; (b) Dilihat dari aspek kesehatan jiwa, ada anak tuna laras psikopat dan anak tuna laras sementara. Anak tuna laras psikopat adalah anak yang memiliki penyimpangan emosi dan penyesuian, dipengaruhi oleh faktor genetik yang tidak dapat disembuhkan, sedangkan anak tuna laras sementara adalah anak yang memiliki penyimpangan emosi dan penyesuaian diri, dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang dapat disembuhkan (Mangunsong, 1998).
menyerupai seperti anak biasa pada umumnya mereka bisa tertawa,bermain,bersendau gurau.sebelumnya anak tuna laras sedikit sekali di ekspos media maka dari itu sangat sedikit sekali orang mengetahui tentang anak-anak tersebut.Anak-anak tersebut jika kita melihat tentunya sama dengan anak-anak yang biasa tetapi yang membedakannya hanya tingkah lakunya yang luar biasa nakal.tiada ciri fisik khusus yang membedakannya. Tuna laras merupakan gangguan, hambatan, atau kelainan tingkah laku sehingga pelaku kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Mangunsong, 1998). Berdasarkan jenisnya, ada dua golongan anak tuna laras, yaitu: (a) Dilihat dari aspek kepribadiannya, ada anak tuna laras emosi dan anak tuna laras sosial. Anak tuna laras emosi mengalami kelainan perkembangan emosi dan anak tuna laras sosial mengalami kelainan penyesuaian diri dalam pergaulannya; (b) Dilihat dari aspek kesehatan jiwa, ada anak tuna laras psikopat dan anak tuna laras sementara. Anak tuna laras psikopat adalah anak yang memiliki penyimpangan emosi dan penyesuian, dipengaruhi oleh faktor genetik yang tidak dapat disembuhkan, sedangkan anak tuna laras sementara adalah anak yang memiliki penyimpangan emosi dan penyesuaian diri, dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang dapat disembuhkan (Mangunsong, 1998).
Klasifikasi anak tunalaras
Secara
garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang
mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (1975)
mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
anak
yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
The
Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan
hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga
dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut
norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah
dengan lingkungan di luar kelompoknya.
Children
arrested at a primitive level of socialization, anak pada kelompok ini dalam
perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka
adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar
dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang
dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua
yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh
dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon
pada perlakuan yang ramah.
Children with minimum
socialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali
untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau
anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan
ini banyak bersikap apatis dan egois.
Anak
yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
neurotic
behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan
tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya.
Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah,
agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka melakukan tindakan
lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu
dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh
sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta
pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya
kesulitan belajar yang berat.
children
with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling
berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang
dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak
memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan
pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan
obat-obatan
Dalam sistem pendidikan
nasional diadakan pengaturan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk
peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental. Peserta didik
yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang layak,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini
menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran” yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Warga Negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus”. Hak masing-masing warga negara untuk memperoleh
pendidikan dapat diartikan sebagai hak untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. Tentu saja kelainan yang disandang
oleh peserta didik yang bersangkutan menuntut penyelenggaraan pendidikan
sekolah yang lain dari pada penyelenggaraan pendidikan sekolah biasa. Oleh
sebab itu, jenis pendidikan yang diadakan bagi peserta didik yang berkelianan
disebut Pendidikan Luar Biasa. Saat ini satu unit di bawah Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu Direktorat Pendidikan Luar Biasa memikul
tanggung jawab atas pelayanan pendidikan bagi peserta didik penyandang kelainan
untuk tingkat nasional. Untuk tingkat daerah, unit yang bertanggung jawab atas
Pendidikan Luar Biasa adalah Subdin PLB/Subdin yang menangani PLB pada Dinas
Pendidikan Propinsi. Lembaga Pendidikan Luar Biasa yang ada sekarang ini adalah
Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan
Terpadu.
Berikut
ini adalah beberapa landasan atau dasar-dasar hukum Indonesia yang melindungi
anak-anak tuna laras untuk mendapatkan pengajaran yang layak pada satu wadah
pendidikan:
1.
Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar.
4.
Peraturan Pemerinta No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
5.
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1990 tentang Pendidikan Luar Biasa.
6.
Keputusan Mendikbud No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat.
7. Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992 tentang
Pendidikan Luar Biasa.
Ada
Departemen terkait yang memberikan pelayanan pendidikan bagian anak nakal yaitu
Departemen Kehakiman dan Departemen Sosial. Pada umumnya Departemen Kehakiman
menampung “anak negara” yaitu anak delinkwensi atas putusan pengadilan dicabut
hak mendidik dari orang tuanya kemudian diambil oleh pemerintah. Mereka
dipelihara sampai berumur 18 tahun sebagai batas ukuran dewasa.
Sedangkan Departemen
Sosial memelihara mereka berdasar titipan dari orangtua, karena orangtua sudah
merasa kewalahan. Atau hasil razia anak gelandangan atau terlantar yang sulit
bila dikembalikan kepada orangtuanya karena keadaan tidak mampu atau sangat
miskin.
Di dalam pelaksanaan penyelenggaraannya
kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak
tunalaras/sosial sebagai berikut:
a.
Penyelenggaraan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah
tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan segera para
pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-sama kawannya di
kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
b.
Kelas
khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu
kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah
lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas
khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang
bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar
belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang
cakap membimbing anak.
c.
Sekolah
Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah
belajarnya dengan kata kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau
merugikan kawan sebayanya.
d.
Sekolah
dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah
dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini
juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina.
Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
Yang
menjadi sasaran pokok dalam pengembangan adalah usaha pemerataan dan perluasan
kesempatan belajar dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar.
Biasanya anak tunalaras itu segera saja dikeluarkan dari sekolah karena
dianggap membahayakan. Dengan usaha pengembangan sekolah bagi anak tunalaras
ini berarti kita memberi wadah seluas-luasnya atau tempat mereka memperoleh
berbaikan kepribadiannya.
Dengan
adanya sekolah bagi anak tunalaras berarti membantu para orangtua anak yang
sudah kewalahan mendidik puteranya, membantu para guru yang selalu diganggu
apabila sedang mengajar dan mengamankan kawan-kawannya terhadap gangguan anak
nakal.
Pengembangan
pendidikan bagi anak tunalaras sebaiknya paralel atau dikaitkan dengan
mengintensifkan usaha Bimbingan Penyuluhan di sekolah reguler. Sehingga apabila
anak itu tidak mengalami perbaikan dari usaha bimbingan dan penyuluhan dari
kelas khusus maka mereka dikirim ke Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras. Cara
mendasar pendidikan jasmani adaptif adalah sama dengan pendidikan jasmani biasa.
Pendidikan jasmani merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan
secara keseluruhan.
Pendidikan jasmani
adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh
(comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan masalah
dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan ABK memiliki problim dalam
ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan
sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan belajar. Sebagian ABK bermasalah
dalam interaksi sosial dan tingkah laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa
peranan pendidikan jasmani bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat besar dan
akan mampu mengembangkan dan mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut,
dalam hal ini adalah bagi mereka para penyandang tuna laras.
Ciri-ciri Anak
Tuna Laras
Penggolongan
anak tunalaras secara umum dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan
kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sbb :
Menurut jenis
gangguan atau hambatan
a.
Gangguan
Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau
gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat
marah, dan releks-tertekan.Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat
tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.Gangguan atau hambatan
terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi,
yaitu:
• Gentar, yaitu
suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan
yang kurang jelas obyeknya.
• Takut, yaitu
rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu.
Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan
sebagainya.
•
Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh.
Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah.
Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau
menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit
tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap
rambut, mencabuti atau mencakar rambut.
Demikian pula
gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan
muka, dan sebagainya.
•
Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh
keuntungan dan kebahagiaan.
•
Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak
berfungsi.
•
Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan.
Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
b.
Gangguan
Sosial
Anak ini
mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak
dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan
itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati
orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak
milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Beberapa
data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
•
Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah
karena kurang diterima oleh keluarganya.
• Biasa dari kelas sosial rendah
berdasarkan kelas-kelas sosial.
• Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu,
perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
•
Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran
sekolah.
•
Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
•
Dari keluarga miskin.
•
Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin
umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita
sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah
satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya
menimbulkan kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat.
Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu,
menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan
narkotika, dan sebagainya.
Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada
beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan
kriteria itu adalah:
a.
Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan
negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat
kenakalan anak tersebut.
b.
Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering dan tidak
menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat
kenakalannya.
c.
Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari
sanksi hukum.
d.
Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan
di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
e.
Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau
orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak.
Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok
berat.
f.
Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga
mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.
Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan
kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya.
Tujuan
diselenggarakannya layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu
anak didik penyandang perilaku sosial dan emosi, agar mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
dalam menggalakkan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan
alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau
mengikuti pendidikan selanjutnya. Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu
sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (comprehensif) dan
dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan masalah dalam ranah
psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan ABK memiliki problim dalam ranah
psikomotor.
Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi anak berkebutuhan khusus (ABK)
sangat besar dan akan mampu mengembangkan dan mengkoreksi kelainan dan
keterbatasan tersebut, dalam hal ini adalah bagi mereka para penyandang tuna
laras.
Anak tuna laras sering
disebut juga dengan anak tuna sosial karena tingkah laku anak tunalaras
menunjukkan penentangan yang terus-menerus terhadap norma-norma masyarakat yang
berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. Sehingga
dibutuhkan pembelajaran pendidikan jasmani khusus yang harus diterapkan pada
mereka para tuna laras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar